...TERIMAKASIH SUDAH BERKUNJUNG... TINGGALKAN KOMENTAR DAN LIKE SEBAGAI TANDA SAHABAT BLOGGER...

Sabtu

Gempa Nias

Informasi seputar gempa yang pernah melanda Nias Ku Bagian A Gunung Sitoli benturan-benturan dirasakan sekitar tengah malam. Arahnya dari barat daya ke timur laut. Pada permulaan arah benturan cukup jelas. Tetapi kemudian benturan-benturan semakin keras dan seluruh pulau digoyang-goyangkan seperti buaian sehingga semua benda terancam dalam kedudukannya. Tak seorangpun dapat tinggal berdiri atau duduk. Kebanyakan rumah roboh. Langkan dari benteng jatuh ke bawah. Pohon-pohon kelapa serta pohon-pohon lain yang lebih kuat lagi tercabut bersama dengan akarnya dan terlempar jauh. Sebagian dari gunung Harefa di dekat Gunung Sitoli longsor dan terjatuh ke jurang. Kerak bumi pecah dan dimana-mana keluar dari celah-celah tanah air yang berlumpur dan berbuih. Gempa bumi itu berlangsung terus selama 9 menit tanpa menurun kekuatannya. Jeritan para penduduk yang malang yang terkubur di bawah reruntuhan rumah mereka hilang di dalam deru yang disebabkan oleh benturan-benturan bumi. Saya berkesan bahwa tercampur di situ pula gemuruh di sebelah bawah tanah yang tidak dapat diartikan dengan jelas. Menyusul saat yang tenang, di mana malam yang indah diterangi oleh langit bersih yang berbintang-bintang. Sesudah itu benturan-benturan baru dirasakan. Muncullah dari laut di sebelah arah tenggara suatu gelombang yang dahsyat yang bergulung-gulung jauh di atas dataran pantai tenggara (pantai timur) dengan deru yang gemuruh dan menggilas apa saja yang berdiri di situ, manusia, binatang, rumah, bahkan desa-desa seluruhnya, termasuk desa besar Mego (Ujung Lembaru) yang hancur total. Dan gelombang itu bergulung terus sejauh satu jam ke arah Gunung Sitoli. Menurut hemat penerjemah (P. Johannes): Lokasi dari tempat itu tidak jelas. Yang dimaksudkan dengan Mego mungkin desa Miga yang terletak sejauh satu jam perjalanan di sebelah selatan ibu kota. Tetapi Ujung Lembaru terletak 26 km lebih jauh ke arah selatan, dari Gunung Sitoli. Seterusnya penjelasan “bergulung terus sejauh satu jam“ tidak dapat dipertahankan, karena Gunung Sitoli terletak di tepi pantai. Istilah “sejauh satu jam“ tidak berarti, bahwa ombak itu maju terus satu jam lamanya, melainkan bahwa gelombng laut itu bergulung terus sejauh 5 km, artinya sejauh kita bisa jalan kaki dalam waktu satu jam. Dan inilah jarak dari Miga ke Gunung Sitoli. Kapal-kapal kecil yang sedang berlabuh di situ dalam sungai, terlempar ke daratan 100 bahkan 160 langkah jauhnya. Pasar baru yang terdiri dari rumah-rumah kayu hancur total. Ratusan manusia yang tadi belum mati dalam reruntuhan rumah, kini dikubur dalam ombak-ombak laut. Sekali dua menit terasa benturan bumi. Hal ini berlangsung terus sampai jam 4.30 pagi. Kemudian terjadi gempa yang lebih kuat lagi selama 6 menit. Dan selama beberapa hari masih tetap terasa gempa-gempa bumi, hanya kekuatannya sudah jauh berkurang dari pada gempa-gempa sebelumnya. Wilayah Ujung Lembaru (Lambaru) “seluruhnya“ dikubur dalam laut sebagian, dan sebagian lagi digenangi banjir laut. Sampai sekarang (1855) pemandangan seluruh wilyah itu jelek dan menjijikan. Bekas-bekas kehancuran masih dilihat dengan jelas. Dari hutan yang sebelumnya menutupi seluruh wilayah itu dengan warna hijau tua, hanya sana sini masih berdiri satu pohon yang paling kuat dengan puncak yang patah. Pohon-pohon itu berdiri seperti hantu di dalam air lumpur yang gelap dimana secara kacau balau berhamburan ranting-ranting pohon. Bagian B Yang menyangkut gempa bumi tertanggal 16 Februari 1861, saya dapat menginformasikan hal-hal berikut: Lagundri Pos pemerintah di Lagundri hancur total. Garnisun memang tidak kehilangan senjata mereka, tetapi tidak dapat memanfaatkannya karena mesiu semuanya telah basah. Oleh karena itu terpaksa mereka bertolak ke Gunung Sitoli, juga karena kekurangan belanja, pakaian dan tempat tinggal. 16 orang dari garnisun itu gugur, dan dari desa terdekat 32 orang. Sebelum tanggal 16 Februari sudah dirasakan beberapa gempa yang ringan. Kemudian menjelang tanggal 16 Februari pada sore harinya jam 18.30 terjadi gempa pertama yang dahysat. Gempa itu berlangsung selama 3 menit dan begitu kuat, sehingga beberapa serdadu dari garnisun jatuh telungkup ke tanah. Tidak lama sesudahnya menyusul gempa tiga kali lagi, tetapi tidak begitu kuat. Arahnya dari Barat Laut ke Tenggara. Kemudian pada jam 18.45 (artinya 15 menit sesudah gempa pertama tadi) pasang laut naik dari sebelah Tenggara, dan pada jam 19.30 kebanyakan gedung telah disapu oleh ombak. Pasang laut yang naik ke atas daratan rupanya sangat tinggi. Berita menyebut 7 hasta. Kemudian pasang laut menurun, tetapi naik sekali lagi. Baru sesudahnya pasang laut surut kembali ke tempat semula. Gunung Sitoli Gempa Bumi mulai jam 18.45 (besar kemungkinan stelan jam berbeda); gempa itu bergerak dari arah Tenggara ke arah Barat Laut. Pasang laut tarik diri sejauh 32 hasta, kemudian dengan kecepatan tinggi kembali dan membanjiri daratan. Banyak desa di dekat pantai dihancurkan. Di ibu kota hanya kediaman dari komandan luput dari kerusakan. Benturan begitu hebat sehingga semua orang terlempar ke tanah. Dimana-mana tanah terbelah. Tumula Satu kapal sekunar terlempar ke atas daratan. Lafau Sesudah gempa bumi itu pulau Lafau nyaris terhubung dengan daratan. Pantai Barat Beberapa batu karang muncul di permukaan laut. Pada umumnya pantai barat dari Nias mengalami banyak kerusakan dari gempa bumi dan dari tsunami. Bagian C Gempa bumi tertanggal 4 Januari 1907 saya mengalami sendiri. Mengingat berita-berita perihal ini berasal dari saya sendiri, mengingat lagi bahwa saya sudah mengunjungi daerah-daerah yang musnah itu dan mengambil foto dari tempat-tempat yang paling rusak, maka laporan ini di satu sisi cukup menyeluruh dan di sisi lain pendek, padat dan menaruh perhatian pada semua hal yang pantas diketahui. Sekitar jam 12 siang terjadi suatu gerakan ringan dari kerak bumi yang berlangsung cukup lama, menurut taksiran sekitar satu setengah menit, seolah-olah bumi dibuai. Tuan H. Von Arx alm., yang pada waktu itu berada di Toyolaŵa, ± seperempat jam sesudahnya muncul suatu tsunami dari sebelah Barat sampai dengan Barat Laut. Sewaktu tsunami itu membentur pulau Wunga, yang terletak di sebelah pantai Barat Laut dari pulau Nias itu, terjadilah kerusakan yang dahsyat yang saya akan laporkan di bawah ini. Gerakan bumi yang sangat kuat pada tanggal itu terjadi jam 12.50 dan berlangsung terus sekitar satu menit. Fenomena itu agak aneh kelihatannya. Langsung sesudah gempa bumi itu pasang laut mengundurkan diri sekian jauhnya. Kemudian warnanya berubah menjadi coklat tua dan naik setinggi ± 7 dM di atas ketinggian sebelumnya untuk menyerang pantai. Hal ini terulang lagi dengan kekuatan yang berkurang. Saya berpendapat hal ini diakibatkan oleh benturan-benturan bumi dan tidak perlu dikaitkan dengan gempa laut. Gejala gempa laut saya tidak melihat. Sejak gempa kedua ini dalam jangka waktu yang cukup lama telah menyusul berturut-turut gempa-gempa yang ringan dan berat. Jangka waktu di antara dua gempa terkadang beberapa hari, tetapi boleh juga terjadi lebih 20 gempa pada hari yang sama. Retakan lantai semen menunjukkan arah 3320300. Karena itu besar kemungkinan benturan-benturan datang dari arah 620300 Barat. Tsunami itu melewati pantai Barat mulai dari pulau Ma’usö. ... Kalau pulau Ma’usö itu luput dari kerusakkan dapat dimengerti karena dilindungi oleh semenanjung Toyolaŵa. Menurut berita dari saksi mata tiga gelombang tsunami datang dari sebelah Barat dan menghantam pulau Wunga. Kerusakan di pantai utara dan juga di sebelah selatan Sirombu tidak begitu hebat (hanya di dekat Lafau pasang laut menggenangi ratusan meter dari daratan itu. Tetapi kehancuran di pulau Wunga dan di bagian utara dari pantai barat sangat dahsyat. Hanya bagian timur dari pulau Wunga yang letaknya lebih tinggi di atas permukaan laut luput dari kehancuran besar. Tetapi bagian lain disapu bersih sehingga tumbuhan apapun tidak ditemukan lagi. Pada foto nomor 241 kelihatan bagian utara dari pulau itu. Foto ini dan juga foto nomor 242 memperlihatkan suatu keanehan, bahwa di sana-sini suatu pohon masih berdiri dan luput dari tsunami tanpa diketahui sebabnya yang masuk akal. Fenomen-fenomen seperti itu sering ditemui pada peristiwa tsunami. Permukaan dari batu karang terkadang kelihatan seperti dikilapkan dan berkilauan putih, karena lapisan tanah sebelah atas sudah disapu bersih. Terkadang kelihatan batang-batang kelapa yang patah lurus. Sebagian besar dari lapisan-lapisan pulau itu yang disapu ditimbun di dalam danau (laguna) pulau itu dan terkubur di situ pula sekitar 100 orang. Cukup dahsyat juga kerusakan akibat tsunami itu di bagian utara di pantai barat laut. Beberapa tanjung digundulkan dari hutan. ... Kendatipun sebagian besar dari mayat sudah dikuburkan sebelum saya tiba (sekitar 40), saya masih menemukan 14 mayat yang terjepit antara batang-batang pohon dengan kepala yang pecah atau dengan bagian tubuh yang tercabut. Semuanya sudah mulai busuk. Desa Afulu sudah cukup terpukul, dan di pulau Uma yang dekat di situ tak ada lagi yang hidup. Tumula juga tidak luput dari derita, kendatipun terlindung sedikit oleh satu tanjung di sebelah utara yang dapat memecahkan ombak. Suatu perkumpulan perahu nelayan yang kebetulan sedang berada di dekat pantai di sebelah selatan sungai Oyo, hilang lenyap. Di pulau Hinako, di mana kediaman para penduduk terletak di sisi lain dari pulau itu, bukan di sisi yang dihantam oleh tsunami, hampir tiada terjadi kerusakan. Di teluk Lagundri gempa bumi tidak begitu dirasakan dan tsunami tidak begitu besar. Akan tetapi di pertengahan pulau dan di utara gempa bumi itu dirasaka sangat kuat dimana-mana. Sebagian rumah roboh. Dapat diberitahukan lagi bahwa teluk Afulu ditimbun dengan pasir laut dan bahan-bahan lainnya. Informasi-informasi tersebut di atas berasal dari Dr. F. Junghuhn dan R.N.

 
Design by Tian Mendrofa | Website by www.mendrofaweb.co.cc - Beranda | Via Fasebook